![]() |
Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba kembali menjadi sorotan dalam pembahasan di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. |
MANGATHARA.COM, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba kembali menjadi sorotan dalam pembahasan di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. Anggota Baleg DPR RI, Sugeng Suparwoto, menegaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk mengatasi ketidakadilan dalam pengelolaan pertambangan serta mendukung hilirisasi industri nasional.
“Revisi ini dilakukan karena masih ada ketidakadilan dalam mekanisme mendapatkan wilayah usaha pertambangan,” ujarnya dalam Rapat Pembahasan DIM RUU Minerba bersama Pemerintah dan DPD RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Ia mengungkapkan bahwa mekanisme lelang wilayah usaha pertambangan saat ini masih rumit dan hanya bisa diakses oleh kelompok tertentu.
“Ini menimbulkan kekhawatiran akan munculnya oligarki baru di sektor pertambangan,” ujarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, revisi RUU Minerba akan membuka akses lebih luas bagi BUMN, BUMD, koperasi, UMKM, dan badan usaha lainnya.
“Kami ingin memastikan bahwa tambang tidak hanya dikuasai segelintir orang, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat luas,” ujarnya.
Selain itu, RUU Minerba juga diarahkan untuk mendukung hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam Indonesia.
“Ke depan, kita ingin memastikan sumber daya alam bisa diolah menjadi produk bernilai tinggi, bukan hanya diekspor sebagai bahan mentah,” ujarnya.
Salah satu sektor yang menjadi fokus adalah pengolahan nikel untuk baterai energi, yang krusial dalam transisi energi terbarukan di Indonesia.
“Indonesia berpotensi menjadi pusat pengolahan baterai energi karena memiliki bahan baku utama seperti nikel, tembaga, dan kobal,” ujarnya.
Sugeng juga menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap sumber daya alam agar tidak terjadi oversupply yang merugikan pasar.
“Kita harus mengelola sumber daya dengan bijak agar tidak menekan harga di pasar internasional, seperti yang terjadi pada nikel,” ujarnya.
Terkait pemotongan anggaran Kementerian ESDM sebesar Rp1,8 triliun, ia meminta agar keputusan ini dicermati dengan hati-hati.
“Kementerian ESDM adalah penyumbang terbesar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga pemotongan anggaran tidak boleh mengganggu sektor pertambangan dan migas,” ujarnya.
Meski efisiensi anggaran diperlukan, ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak boleh berdampak negatif pada layanan publik.
“Pemotongan anggaran tidak boleh mengorbankan sektor penting yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.
Dengan revisi RUU Minerba yang lebih inklusif dan kebijakan pengelolaan sumber daya yang lebih bijak, DPR berharap dapat mewujudkan pemerataan ekonomi dan meningkatkan hilirisasi industri nasional.
0 Comments